CONTOH LAPORAN PENGENDALIAN VEKTOR
1. LATAR
BELAKANG
Pembangunan bidang
kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit infeksi dan menular masih menjadi fokus
perhatian sementara terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular.
Disamping itu penyakit baru (new emerging
diseases) ditemukan dan kecendrungan meningkatnya beberapa penyakit yang
sudah berhasil dikendalikan (re-emerging diseases).
Penyakit tular vektor (Arthropod-borne diseases) adalah
penyakit yang disebabkan oleh patogen (mikroorganisme infeksius) pada manusia,
dan ditularkan melalui gigitan arthropoda seperti nyamuk, lalat, kutu, lipas,
pinjal, tungau dan caplak. Diantaranya malaria, demam berdarah dengue (DBD), filariasis, chikungunya
dan japanese encephalitis (Hadi
2016).
Salah satu penyakit tular
vektor adalah demam berdarah dengue
(DBD). Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. DBD disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae.
DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes spp. yang
terinfeksi virus dengue, termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis)
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Kemenkes RI 2010).
Penyakit tular vektor
merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, baik lingkungan fisik,
biologi dan sosial budaya. Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi kejadian
penyakit tular vektor di daerah penyebarannya. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tingginya angka kesakitan penyakit tular vektor diantaranya
perubahan iklim, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat.
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas
III Banda Aceh merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan RI yang
ada di daerah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal P2P. KKP Kelas III
Banda Aceh dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yaitu melaksanakan
kegiatan pengendalian vektor dan binatang penular penyakit. dilaksanakan oleh wilayah kerja sebagai ujung tombak pelaksanaan
kegiatan layanan
2.
DASAR
HUKUM
1)
UU Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut.
2)
UU Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara.
3)
UU Nomor 4 Tahun 1948 tentang Wabah Penyakit
Menular.
4)
UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5)
UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji.
6)
PP Nomor 40 Tahun 1991 tentag Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular
7)
Permenkes RI Nomor 50
Tahun 2017 tentang Standar
Baku Mutus Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor
dan Binatang Penular Penyakit Serta Pengendaliannya.
8)
Kepmenkes RI Nomor 431/Menkes/SK/IV/2007
tentang Pedoman Teknis Risiko Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas
Darat.
9)
Permenkes RI Nomor 356/Menkes/Per/IV/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagaimana telah
diubah dengan Permenkes RI Nomor 2348/Menkes/Per/XI/2011.
10)
Permenkes RI Nomor 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Kesehatan Haji
11)
IHR 2005
3.
TUJUAN
Tujuan Umum
Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
serta meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan
zoonotik
Tujuan Khusus
Pengawasan dan pengendalian nyamuk (aedes dan annopheles)
Pengawasan dan pengendalian kecoa
Pengawasan dan pengendalian lalat
Pengawasan dan pengendalian tikus (binatang pembawa
penyakit)
4. HASIL
KERJA
a Pengawasan
dan pengendalian nyamuk (aedes dan annopheles)
1) Surveilans Vektor Aedes
Bangunan
yang diperiksa pada tahun 2016 berjumlah 2074 dan 5174 kontainer yang
diperiksa. Terjadi penurunan 482 bangunan dan 714 kontainer yang diperiksa pada tahun 2017 dibandingkan
tahun 2016 (Gambar 4).
Ae. aegypti sebagai vektor yellow
fever, DBD, chikungunya dan zika memiliki perilaku berkembangbiak pada wadah
(kontainer) yang dapat menampung air serta tidak bersentuhan langsung dengan
tanah. Stadium pra dewasa mempunyai kebiasaan hidup pada wadah buatan manusia
yang berada di dalam maupun di luar rumah (Harwood dan James 1979 dalam Hasyimi
da Soekino 2004).
Korelasi
antara bangunan dan kontainer yang diperiksa memberikan kontribusi kepada
tingkat kepadatan populasi vektor DBD. Keberadaan kontainer
ini sangat berperan dalam kepadatan larva Ae.aegypti.
Semakin banyak kontainer, semakin banyak tempat perindukan dan kepadatan larva Ae.aegypti, maka akan semakin tinggi
pula risiko terinfeksi virus DBD (WHO 2005). Pengaruh berbagai faktor
lingkungan seperti suhu, kelembaban dan curah hujan ikut mempengaruhi kepadatan
larva Ae. aegypti.
HI
area primeter tertinggi dilaporkan oleh wilayah kerja Meulaboh sebagaimana
Tabel 1.
Tabel 1 Nilai HI
area perimeter menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda Aceh, bulan Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.22
|
0.22
|
1.00
|
78.0
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
Nilai
HI area buffer tertinggi di wilayah kerja Sinabang (HI > 1%) dan paling
rendah wilayah kerja Bandara SIM, Ulee Lheue, Lhoknga dan Meulaboh dan Labuhan
Haji (Tabel 2). Parameter HI ini
menunjukkan tingkat infestasi jentik pada suatu wilayah atau tempat, sehingga
semakin tinggi nilai HI menunjukkan bahwa semakin tinggi pula populasi vektor
tersebut.
Tabel 2 Nilai HI
area buffer menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda Aceh, Desember, 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.13
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
20.0
|
10.0
|
0.00
|
20.0
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
Nilai
CI tertinggi di wilayah kerja Tapaktuan sebagaimana ditunjukkan Tabel 3. CI
juga menunjukkan tingkat infestasi suatu vektor pada daerah tertentu.
Tabel 3 Nilai CI
area perimeter menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda Aceh, Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.13
|
1.50
|
0.00
|
63.0
|
0.20
|
60.0
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
Nilai
CI area buffer tertinggi dilaporkan oleh wilayah kerja Tapaktuan (Tabel 4).
Tabel 4 Nilai CI
area buffer menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda Aceh, Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.17
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.30
|
8.82
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
2) Surveilans Vektor Anopheles
Area
perimeter kepadatan larva Anopheles tertinggi
di wilayah kerja Sinabang rata-rata 6 larva per cidukan dan terendah di wilayah
kerja Bandara SIM, Malahayati, Lhoknga dan Meulaboh dan Singkil (Tabel 7).
Kepadatan larva dihitung berdasarkan Dipper
Index (DI) adalah angka pengukuran larva Anopheles berdasarkan perbandingan jumlah jentik yang ditemukan
dibandingkan dengan jumlah cidukan.
Survei
Anopheles stadium pra dewasa, untuk
mengetahui habitat dan distribusi spesies yang ada di daerah pengawasan dan
hubungan larva dengan hewan atau tanaman yang ada disekitar tempat
perkembangbiakan.
Tabel 7 Kepadatan
larva Anophles (DI) area perimeter menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda
Aceh, Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
6.00
|
0.30
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
Area
buffer kepadatan larva (DI) tertinggi di wilayah kerja Sinabang rata-rata 5
jentik per cidukan (Tabel 8).
Tabel 8 Kepadatan
larva Anophles (DI) area buffer menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda Aceh,
Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
5.00
|
0.40
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
Man Hour Density
(MHD) merupakan kepadatan Anopheles
stadium dewas per jam. MHD merupakan angkat kepadatan rata-rata nyamuk per
orang per jam. Lokasi pengamatan dan penangkapan nyamuk dilakukan disekitar
tempat-tempat perindukan yang ada disekitar pelabuhan dan bandara. MHD lebih
menggambarkan pola fluktuasi populasi Anopheles
pada jam-jam tertentu sehingga dapat diketahui perilaku nyamuk tersebut seperti
ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Kepadatan
nyamuk Anophles (MHD) area perimeter menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda
Aceh, Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
13.00
|
6.00
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
MHD
area buffer tertinggi di wilayah kerja Sinabang seperti ditampilkan pada tabel
Tabel 10.
Tabel 10 Kepadatan
nyamuk Anophles (MHD) area buffer menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda
Aceh, Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.04
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
25.00
|
4.00
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
Man Bitting Rate (MBR)
merupakan indek kepadatan nyamuk yang hingga per orang per malam. Indek MBR menggambarkan perilaku menggigit
(perilaku mencari darah) sehingga dapat diketahui keaktifan menggigit.
Untuk
area perimeter indek MBR tertinggi di wilayah kerja Sinabang dan Tapaktuan
(Tabel 11).
Tabel 11 Kepadatan
nyamuk Anophles (MBR) area perimeter menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda
Aceh, Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
3.00
|
3.00
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
Area
buffer indek MBR tertinggi di wilayah kerja Sinabang (Tabel 12)
Tabel 12 Kepadatan
nyamuk Anophles (MBR) area buffer menurut wilayah kerja KKP Kelas III Banda
Aceh, Desember 2017
Bulan
|
Wilayah Kerja
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Desember
|
0.00
|
0.04
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
3.00
|
1.00
|
0.00
|
0.00
|
Keterangan :
1) Bandara SIM, 2) Malahayati, 3) Ulee Lheue, 4) Lhoknga, 5) Meulaboh, 6)
Sinabang, 7) Tapaktuan, 8) Labuhan Haji, 9) Singkil
b.
Pengawasan
dan pengendalian kecoa
Penyakit
diare masih menjadi masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat pada umumnya.
Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh hygiene dan sanitasi. Namun dalam beberapa
kasus kejadian diare erat kaitannya dengan keberadaan vektor mekanis
diantaranya lipas (kecoa). Kehidupan kecoa pada tempat-tempat lembab dan kotor
sehingga beberapa kuman atau patogen dapat berpindaj ketika kecoa hingga di makanan
dan tempat-tempat penyajian makanan.
c. Pengawasan dan pengendalian lalat
Lalat
bertindak sebagai vektor mekanis, keberadaan lalat erat kaitanya dengan kondisi
sanitasi. Keberadaan lalat disuatu tempat merupakan indikator kebersihan dan
mempengaruhi nilai estetika tempat tersebut.
d.
Pengawasan
dan pengendalian tikus (binatang pembawa penyakit)
Tikus
merupakan hewan pengerat (rodensia)yang sering berasosiasi dengan kehidupan
manusia. Kehadiran tikus dapat menimbulkan kerugian baik ekonomi dan kesehatan.
Peranan tikus dalam bidang kesehatan sebagai resevoir berbagai macam penyakit
seperti leptospirosis, pes sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian.
Pengendalian mekanik dilakukan dengan pemasangan perangkap tikus.
5 PENUTUP